TEMPO.CO, Beijing – Pemerintah Cina mendukung pemerintah Turki terkait pelemahan nilai tukar mata uang lira dan perselisihan tarif dengan Amerika Serikat.
Baca:
S&P Turunkan Peringkat Utang Turki, Kenapa?
Trump -- Erdogan Tegang, Pengadilan Turki Tolak Banding Pastor AS
Terkait Lira, Qatar Janji Investasi Rp 221 Triliun kepada Erdogan
Juru bicara Menteri Luar Negeri, Lu Yi, mengatakan Cina meyakini Turki memiliki,”Kemampuan untuk menangani kesulitan sementara ekonomi ini. Dan berharap semua pihak akan menyelesaikan masalah ini lewat dialog.”
Menurut media CNBC, pernyataan pemerintah Cina ini ditaruh di situs kementerian Luar Negeri pada Jumat, 17 Agustus 2018.
Dukungan dari Cina, yang juga sedang menghadapi perang dagang dengan AS, ini datang setelah adanya dukungan dari Qatar, Jerman dan Prancis kepada Turki.
Kanselir Jerman, Angela Merkel, dikabarkan bertelepon dengan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, pada pekan ini mengenai kondisi lira dan hubungan perekonomian kedua negara.
Baca:
Menkeu Turki Enggan Pinjam IMF, Lira Menguat
Sambut Ajakan Erdogan, Warga Turki Rusak iPhone dan Buang Cola
Jerman dikabarkan menawarkan peningkatan hubungan kedua negara. Sedangkan dengan Presiden Prancis, Emmanuel Macron, Erdogan bersepakat kedua pihak segera bertemu untuk membicarakan kerja sama ekonomi yang lebih besar.
Mata uang Lira Turki [REUTERS]
Emir Qatar Sheikh Tamim Bin Hamad dan Presiden Rusia Vladimir Putin juga menyatakan dukungan terhadap perekonomian Turki. Sheikh Tamim datang ke Ankara untuk menjajaki investasi senilai US$15 miliar atau sekitar Rp221 triliun.
Sedangkan Putin menawarkan kerja sama transaksi perdagangan kedua negara menggunakan mata uang masing-masing yaitu rubel dan lira tanpa harus membeli dolar dulu.
Pelemahan nilai tukar mata uang lira sebanyak 20 persen terjadi pada Jumat, 10 Agustus 2018 ketika Presiden AS Donald Trump mengenakan kenaikan tarif ganda hingga 50 persen dan 20 persen untuk produk baja dan aluminium asal Turki. Ini membuat harga jual komoditas itu menjadi terlalu mahal sehingga menutup peluang pasar perusahaan Turki di AS.
Baca:
Menlu Sebut Turki Siap Dialog dengan Amerika, Ini Syaratnya
Kena Sanksi, Erdogan Sebut Amerika Tusuk Turki di Punggung
Lawan Spekulan Lira, Bank Sentral Turki Cukur Transaksi Valas
Sebelumnya, AS juga mengenakan sanksi kepada dua orang menteri Turki karena pemerintah menolak membebaskan pastor asal AS, Andrew Brunson, yang sedang menjalani proses hukum terkait dugaan melakukan kegiatan mata-mata dan terorisme.
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan (kanan) dan Emir Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani
Presiden Turki Erdogan membalas tindakan Trump dengan menaikkan tarif impor dua kali lipat untuk produk mobil penumpang, alkohol, dan tembakau. Erdogan juga memboikot produk elektronik AS seperti iPhone.
Bank sentral Turki CBRT juga membatasi transaksi valas antara bank Turki dan bank asing untuk menekan aksi spekulasi. Erdogan mengatakan negaranya akan menggunakan mata uang lira lebih banyak untuk ekspor dan impor dibandingkan dolar misalnya dengan Cina, Rusia, Ukraina dan Iran.